Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas Kegiatan Membangun Sendiri
DASAR HUKUM
- Pasal 16 C UU Pajak Pertambahan Nilai 1984
- Keputusan Menkeu Nomor : 554/KMK.04/2002 jo Keputusan Menkeu Nomor : 320/KMK.03/2002 tanggal 28 Juni 2002.
- Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor : SE-07/PJ. 53/1995 tanggal 17 Maret 1995 (seri PPN 6-95)
MEKANISME
1. Suatu kegiatan membangun sendiri dikenakan PPN apabila memenuhi syarat :
- Dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan; yang dibangun adalah bangunan untuk tempat tinggal tidak termasuk fasilitas penunjang, tetapi kalau untuk tempat usaha termasuk semua fasilitas penunjang.
- Luas bangunan 400 M2 atau lebih, untuk kegiatan yang dilakukan mulai 1 Juli 2002 luas bangunan 300 M2 atau lebih.
- Pangunan bersifat permanen, artinya konstruksi utama bangunan tahan sampai dengan 25 tahun atau lebih.
- Khusus untuk bangunan diatas tanah dalam lingkungan real estate hanya tanahnya diperoleh sebelum 1 Januari 1995.
2. Kegiatan pembangunan yang dilakukan secara bertahap, sepanjang tidak lebih dari 2 tahun, diperlakukan sebagai satu kesatuan kegiatan.
3. Dalam hal kegiatan pembangunan dilakukan untuk kepentingan pihak lain, maka SSP-nya harus diserahkan kepada pihak yang berkepentingan karena tanggung jawab pembayaran berada di tangan pihak yang memanfaatkan;
4. Saat pajak terutang adalah pada saat kegiatan mulai dilakukan pada atau sesudah 1 Januari 1995.
5. Tempat pajak terutang adalah di tempat bangunan didirikan
6. Dasar pengenaan pajak adalah 40% dari seluruh pengeluaran (termasuk PPN) pada bulan yang
bersangkutan, sehingga PPN yang terutang dihitung dengan perkalian 10 % x 40 % x jumlah seluruh pengeluaran dalam satu bulan;
7. Berdasarkan SE-01/PJ.32/1997 tanggal 5 Juni 1997 perlakuan PPN atas kegiatan membangun sendiri di dalam kawasan real estate yang dilakukan oleh pemilik kavling yang diperoleh setelah 1 Januari 1995, sbb :
- Kegiatan membangun sendiri oleh pemilik kavling tersebut diperlakukan sebagai dibangun oleh PKP real estate;
- DPP-nya sebesar nilai bangunan (tidak termasuk harga tanah) yang dihitung oleh PKP real estate seandainya rumah tersebut dibangun oleh PKP real estate.
- Seluruh biaya yang dikeluarkan oleh pemilik kavling tiap bulan dilaporkan kepada PKP real estate yang berkewajiban untuk memungut PPN yang terutang, kemudian menyetor dan melaporkan dalam SPT Masa PPN pada bulan yang bersangkutan;
- Dalam hal bangunan sudah selesai, PKP real estate terkait menentukan nilai bangunan rumah tersebut sesuai dengan patokan harga yang berlaku. Apabila nilainya lebih besar dari pada perhitungan real estate, maka selisihnya harus dipungut PPN kemudian disetor dan dilaporkan dalam SPT Masa PPN real estate yang bersangkutan. Apabila nilai tersebut lebih kecil maka selisihnya tidak dapat direstitusi.
Contoh Kasus :
- PAIDIN,SE., Direksi sebuah perusahaan. Pada 31 Desember 2011 mulai melakukan pembangunan rumah dengan luas seluruhnya 410 M2 yang dilakukan oleh tukang batu dan diawasi sendiri. Kegiatan ini memenuhi kriteria membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan PAIDIN. Bangunan selesai dikerjakan dan siap untuk ditempati pada tanggal 31 Juni 2012. Karena kegiatan membangun sendiri rumah tinggal tersebut dilakukan oleh Paidin sebelum 1 Januari 2012, yang berarti bahwa Pasal 16 C UU PPN belum berlaku, maka tidak kena PPN.
- PT JAENUDIN NGACIRO sebuah perusahaan karoseri yang sudah dikukuhkan sebagai PKP sejak 20 Maret 2005. Pada 2 Januari 2011 mulai melakukan kegiatan membangun gedung untuk tambahan gudang dan kantor administrasi untuk kegiatan manajemen. Luas seluruh bangunan 650 M2. Kegiatan ini tidak diserahkan kepada pemborong melainkan dilakukan oleh tukang batu dan tukang kayu yang dibayar harian dan diawasi sendiri. Dalam Januari 2011 dikeluarkan Rp 40 juta untuk pembelian bahan bangunan dan ongkos tukang. Atas kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan PT JAENUDIN NGACIRO sebagai perusahaan karoseri ini dkenakan PPN. Adapun PPN yang terutang untuk Masa Pajak Januari 2011 dan wajib dibayar ke Kas Negara melalui Bank BUMI TAKBERDAYA selambat- lambatnya tanggal 15 Pebruari 2011 adalah : 10% x 40% x Rp 40 juta : Rp 1,6 juta. Pembayaran ini dilaporkan oleh PT JAENUDIN NGACIRO dalam SPT Masa PPN Masa Pajak Januari 2011, form 1111
- Yayasan ‘KOLIDUN’ mengelola sebuah rumah sakit ‘SEGER WARAS HOSPITAL’. Pada tanggal 20 Juli 2001 mulai membangun gedung untuk garasi mobi ambulan dengan luas 500 M2. Pelaksanaannya dilakukan oleh tukang batu dan tykang kayu serta diawasi sendiri oleh direktorat teknis yayasan. Dalam bulan Juli 2001 telah dikeluarkan biaya sebesar Rp 10 juta. Kegiatan ini jelas dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan yayasan ‘KOLIDUN’. Oleh karena itu dikenakan PPN berdasar pasal 16C UU PPN 1984. PPN yang terutang untuk Masa Pajak Juli 2001 adalah : 10% x 40% x Rp 10 juta : Rp 400 ribu. Pajak ini harus disetor ke Kas Negara melalui Bank BUMI TAKBERDAYA selambat-lambatnya tanggal 15 Agustus 2001, kemudian lembar ketiga dari SSP diserahkan ke Kantor Pelayanan Pajak setempat sebagai laporan. Laporannya tidak menggunakan SPT Masa PPN, karena yayasan ‘KOLIDUN’ bukan PKP, melainkan menggunakan SSP lembar ketiga dikirimkan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak yang di wilayahnya terletak bangunan yang sedang didirikan.
*|asdp/18
*|asdp/18
Tidak ada komentar