Breaking News

Mewaspadai Pasal Perbuatan Melawan Hukum Untuk Lingkup Tugas Penilaian

Dalam ranah Hukum Perdata kita sering mendengar istilah perbuatan melawan hukum (onrechmatigedaad) dan ingkar janji (wanprestasi), namun istilah “perbuatan melawan hukum” adalah istilah yang paling sering muncul dalam setiap perkara gugatan perdata kepada DJKN sehingga dalam tulisan ini akan dibahas lebih dalam tentang istilah tersebut. Pasal perbuatan melawan hukum ini menjadi sangat rawan dalam setiap pelaksanaan tugas yang kita lakukan karena termasuk pasal “keranjang sampah”, yang karena kelalaian kita bisa dimasukan ke dalam kategori ini. Pada pasal  1365 KUH Perdata disebutkan: “Tiap perbuatan melawan hukum yang membawa kerugian kepada seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian untuk mengganti kerugian tersebut.” Jadi dalam hal ini terdapat unsur kerugian akibat kelalaian yang seseorang lakukan meskipun perbuatan itu tidak secara sengaja dilakukan. Namun secara lebih luas kita harus mewaspadainya karena istilah perbuatan melawan hukum juga terdapat dalam ranah hukum pidana atau lebih dikenal dengan istilah wederrechtelijk. Perbuatan melawan hukum yang tadinya hanya perkara perdata biasa, namun karena secara pidana materiel sangat bertentangan dengan asas-asam umum di bidang hukum atau bersentuhan dengan kepentingan publik maka perbuatan melawan hukum tersebut masuk dalam ranah hukum pidana, hal inilah yang perlu diwaspadai karena penafsiran bagi setiap penegak hukum sangat subjektif. Meskipun setiap tugas yang kita lakukan baik itu lelang, pengelolaan kekayaan negara, piutang negara, memiliki resiko yang melekat namun pada pembahasan kali ini hanya membahas lingkup tugas penilaian, karena ternyata tugas penilaian sangat memiliki potensi resiko hukum yang melekat padanya. Berikut ini beberapa tips yang bisa kita gunakan untuk melakukan mitigasi resiko di bidang penilaian khususnya dalam menghindari pasal perbuatan melawan hukum :

Kelengkapan dan Kesesuaian Berkas Permohonan Penilaian 

Ini menjadi bagian yang sangat penting, karena jika berkas awal ini tidak sesuai atau tidak lengkap maka terdapat potensi resiko hukum. Diantara kelengkapan dan kesesuain itu, antara lain surat permohonan penilaian yang menyebutkan dengan jelas tentang penugasan yang diminta dan objek penilaian yang akan dinilai. Jangan sampai permohonan penilaian tidak sesuai dengan kewenangan yang dimiliki oleh penilai DJKN, suatu misal permohonan untuk penilaian guna memperoleh nilai likuidasi padahal untuk jenis objek yang dimaksud penilai DJKN tidak memiliki kewenangan untuk itu. Selain itu, legalitas objek yang akan dinilai juga absah,  misalnya Hak Guna Usaha (HGU) pada saat penilaian masih berlaku, jangan sampai kita menilai objek penilaian yang secara legalitas bermasalah. Diantara ketidaksesuain yang juga perlu diwaspadai adalah ketidakcocokan antara luasan yang terdapat pada bukti kepemilikan dan luasan yang ada di lapangan, bisa lebih luas atau lebih sempit. Meskipun sebagai penilai kita boleh saja disclosure atau mengungkapkan hal-hal yang ganjil, namun dalam memberikan opini kita harus secara jelas atau terang menyebutkan luasan objek penilaian yang kita nilai. Bahkan untuk kasus tertentu bisa saja sebagian luasan objek penilaian telah diduduki oleh pihak tertentu selama puluhan tahun, bahkan sebagian luasan objek tersebut telah bersertifikat atas nama yang menduduki. Hal seperti ini harus menjadi perhatian khusus para penilai di dalam melakukan penilaian secara cermat. Karena jika tidak maka akibat kekuranghati-hatian atau keteledoran penilai dianggap sebagai perbuatan melawan hukum yang dapat menyebabkan pihak lain dirugikan.

Survey Penilaian Secara Cermat

Survey penilaian sebenarnya merupakan tahapan yang cukup menentukan ketika kita mendapatkan tugas di bidang penilaian, karena pada tahap survey inilah kita mencocokan kondisi sebenarnya dengan data awal pada saat menerima berkas permohonan penilaian. Ketika dihadapkan pada perbedaan yang cukup significant maka sebagai penilai kita harus menggali informasi lebih dalam terkait dengan objek penilaian kepada pemohon penilaian. Suatu misal foto saat permohonan penilaian sebuah kendaraan kondisinya utuh atau lengkap, tetapi pada saat survey kondisinya sangat jauh berbeda, dalam hal ini sebagai penilai dan pengelola barang wajib menanyakan mengapa terdapat perbedaan yang cukup significant sehingga di kemudian hari tidak ada potensi resiko hukum. Karena kita ketahui bahwa sesuai pasal 406 KUHP disebutkan bahwa siapa saja yang menghilangkan sebagian atau seluruhnya barang milik orang lain maka dapat diancam hukuman pidana. Sehingga dalam hal ini harus hati-hati dan cermat ketika melakukan survey lapangan, penilai harus memastikan bahwa bahwa objek penilaian kondisinya sudah sesuai dengan data yang terdapat pada berkas permohonan penilaian. Demikian juga ketika melakukan survey lapangan, penilai harus berada di lokasi dan melihat langsung objek penilaian, karena jika tidak dilakukan dan ternyata di kemudian hari ada permasalahan hukum maka penilai bisa dipersalahkan. Survey yang dilakukan di luar jam kerja dan kondisi gelap atau objek menjadi tak tampak juga menjadi hal yang harus dihindari karena kualitas survey yang demikian sama dengan tidak hadir di lokasi objek penilaian karena mata tidak dapat menangkap objek penilaian dengan sempurna.

appraisal.my.id

Pembanding Yang Tepat

Mencari data pembanding juga merupakan tahapan yang paling menentukan dalam proses penilaian. Sehingga penilai harus melakukannya dengan cermat,  misal suatu objek penilaian berupa sebidang tanah darat/padat jangan dicarikan data pembanding sebidang tanah sawah karena akan menghasilkan data pembanding yang tidak relevan. Meskipun ada faktor adjustment namun hal tersebut menjadi timpang, salah satu cirri-ciri pembanding yang offlyer adalah adjustmentnya yang terlalu tinggi. Demikian juga dengan posisi, lokasi, dan peruntukan yang tidak sebanding antara objek penilaian dengan objek pembanding akan menjadikan adjustment sangat timpang, sehingga merupakan pembanding yang kurang tepat. Pembanding yang kurang tepat atau tidak apple to apple ini jika kemudian hari terjadi permasalahan hukum maka penilai yang melakukan tugas penilaian dapat dipersalahkan karena telah melakukan kelalaian yang diasumsikan dapat merugikan pihak lain, meskipun secara adjustment nilai telah dilakukan. Dengan demikian alangkah baiknya dan merupakan mitigasi resiko hukum, jika pembanding yang didapatkan adalah apple to apple alias sebanding. Salah satu unsur “perbuatan melawan hukum” yang bisa dijadikan pasal keranjang sampah salah satunya adalah “kelalaian, kekuranghati-hatian dalam menjalankan tugas, atau penyalahgunaan wewenang” yang berakibat merugikan pihak lain. Sehingga dalam hal ini sebagai penilai kita harus cermat dalam memperoleh pembanding yang tepat, jangan sampai karena kelalaian kita dapat dipersalahkan jika sewaktu-waktu terjadi permasalahan hukum.

Memaksimalkan Peran Komite Penilaian

Peran Komite Penilaian dalam mitigasi resiko penilaian jika dikaji secara mendalam sangat besar. Meskipun peran peer review dalam hal ini bukan bermaksud campur tangan atau intervensi dalam menentukan hasil penilaian, namun peran Komite Penilaian sangat penting. Komite Penilaian akan mengingatkan kepada para penilaian tentang hasil tugas yang telah dilaksanakan apakah sudah sesuai dengan prosedur. Sehingga dalam hal ini Komite Penilaian ikut menjaga kualitas hasil penilaian yang dihasilkan para penilai. Peran Komite Penilai tidak sekedar menandatangani Berita Acara hasil peer review saja, lebih dari itu Komite Penilai ikut menjaga para penilai dari kelalaian yang mungkin saja bisa dilakukan selama proses penilaian. Jika terjadi suatu permasalahan hukum di kemudian kemudian hari, maka peran Komite Penilai juga dipertanyakan apakah peer review benar-benar telah dilakukan secara layak. Jika tidak dilakukan secara layak maka merupakan unsur kelalaian yang bisa dipersalahkan jika suatu ketika terjadi permasalahan hukum. Sehingga dengan demikian memaksimalkan peran komite penilaian merupakan bagian dari mitigasi resiko hukum dalam menjalankan tugas penilaian. Komite Penilaian merupakan mitra yang sangat penting bagi para penilai, apalagi jika tugas penilaian yang dilaksanakan terkait dengan pemindahtanganan, sehingga peran komite penilaian harus bisa dioptimalkan.

Kesimpulan

Perbuatan melawan hukum (onrechmatigedaad) merupakan istilah yang sering kita dengar dalam ranah hukum perdata, meskipun dalam ranah hukum pidana juga ada dengan istilah lain yaitu wederrechtelijk. Ini merupakan “pasal karet” atau “pasal keranjang sampah” yang bisa menjadikan penjerat bagi mereka yang melakukan kelalaian, kekurang hati-hatian, ketidaktelitian, atau penyalahgunaan wewenang. Salah satu tusi DJKN yaitu di bidang penilaian merupakan bidang tugas yang cukup rawan dengan hal ini, sehingga perlu mitigasi resiko hukum, diantaranya dengan menjalankan tugas penilaian secara hati-hati, cermat, sesuai prosedur,  serta memaksimalkan peran Komite Penilaian. Dengan menjalankan tugas secara baik dan benar serta menjaga kualitas hasil penilaian diharapkan akan terhindar dari perbuatan melawan hukum.

Credits
Artikel : DJKN oleh Heryantoro - Kepala Seksi Hukum dan Informasi, KPKNL Pontianak
Photo by Matthew Henry from Burst

Tidak ada komentar